Friday, February 17, 2017

TAKHRIJ HADITS

A.  Pendahuluan


Takhrij Hadist merupakan langkah pertama dalam melakukan kegiatan penelitian hadist. Penelitian hadist telah dilakukan oleh para ulama dan tertulis dalam berbagai buku hadist. Kegiatan takhrij hadits ini penting untuk dilakukan, mengetahui makna, kandungan, supaya bisa mengetahui sumber hadits tersebut.
Bagi para ulama, takhrij diperlukan sekali, karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan dapat membuktikan dengan suatu hadist atau tidak dapat meriwayatkannya, kecuali setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya.
Pada takhrij kali ini penulis ingin meneliti hadits yang membahas tentang kain kafan yang digunakan dalam mengkafani jenazah.


B.     Teks Hadits dan makna Hadits

1.      Teks Hadis “Riwayat Abu Daud”
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْمُحَارِبِيُّ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ هَاشِمٍ أَبُو مَالِكٍ الْجَنْبِيُّ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ عَنْ عَامِرٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ لَا تُغَالِ لِي فِي كَفَنٍ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تَغَالَوْا فِي الْكَفَنِ فَإِنَّهُ يُسْلَبُهُ سَلْبًا سَرِيعًا
2.      Makna Hadits

(Abu Daud – 2742) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid Al Muharibi, telah menceritakan kepada kami 'Amr bin Hasyim Abu Malik Al Janbi dari Isma'il bin Abu Khalid dari Amir dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata; janganlah kalian bermewah-mewah dalam mengkafaniku. Karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian bermewah-mewah dalam mengkafani, karena sesungguhnya kain tersebut akan cepat rusak."
C.    Skema Sanad



D.    Tabel Data Para Perawi

No
Nama
Tempat lahir/
Wafat/Umur
Guru
Murid
Sighat Sanad
Jarh-Ta’dil
1
Ali bin Abi Thalib bin
'Abdu Al Muthalib bin
Hasyim bin 'Abdi Manaf
W. 40 H /



Sahabat
Sahabat
2
Amir bin Syarahil
L. 21 H /
W. 104 H /
U. 79 Tahun
Al-Hafizh

Tabi’in
(Kalangan Pertengahan)
Tsiqah/’Adil
3
Isma'il bin Abi Khalid
W. 146 H


Tabi’in
(Kalangan Biasa)
Tsiqah Tsiqah/Tsiqah Hafidz
4
Amru bin Hasyim



Tabi’ut Tabi’in
(Kalangan Biasa)
Dhaif/Lemah
5
Muhammad bin 'Ubaid bin Muhammad



Tabi’ul Atba’
(Kalanngan Pertengahan)
Shaduuq La Ba’sa Bih








E.     Narasi Biografi, Kualitas, dan Kesambungan Perawi

1.      Ali bin Abi Thalib bin 'Abdu Al Muthalib bin Hasyim bin 'Abdi Manaf
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam (assabiqunal awwalun), sepupu Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah.
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut.
Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra.
Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam medan perang. Bersama Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak berjasa membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang Khaibar.
Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan diangkat menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah mempersiapkan Ali sebagai khalifah. Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah pertama.
Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.
Perang saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga Bani Umayyah dengan khalifah pertama Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Kulafaur Rasyidin.

2.      Amir bin Syarahil
Nama beliau adalah Amir bin Syarahil, ada yang menyebut beliau dengan “Ibnu Abdullah bi Syarahil bin Abdu Asy-Sya’bi Abu ‘Amr Al-Kufi.” Beliau dilahirkan enam tahun setelah berjalannya pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. ibu beliau berasal dari daerah Jalula’. Jalula adalah nama sebuah desa di daerah Persia, di sinilah pernah terjadi perang besar yang terkenal, di mana kaum muslimin memperoleh kemenangan yang gemilang atas Persia. Daerah ini sekarang berada di wilayah Irak degan nama As-Saidiyyah. Menurut pendapat lain, bahwa beliau dilahirkan pada tahun 21 H.
Sanjungan para ulama terhadap beliau, Az-Zuhri berkata: “Ulama itu ada empat, yaitu: Said bin Al-Musayyab di Madinah, ‘Amir Asy-Sya’bi di Kufah, Al-hasan bin Al-Hasan Al-Bashri dan Makhul Di Syam”. Usamah berkata: ”Umar bin Khaththab pada masanya adalah pemimpin bagi kaum muslimin, setelah itu Ibnu Abbas sebagai pemimpin kaumnya di masanya, setelahnya Asy-Sya’bi di masanya dan kemudian Sufyan Ats-Tsauri”.
Abu Bakar Al-Hadzali, dia berkata: “Muhammad bin Sirin berkata: “Wahai Abu Bakar, jika kamu datang Ke Kufah, perbanyaklah belajar hadits kepada Sya’bi, karena sesungguhnya haditsnya dapat dipertanggung jawabkan dan sesungguhnya shahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup”. Yahya bin Ma’in berkata: “Asy-Sya’bi adalah orang dapat dipercaya”.
Kekuatan hafalan, kecerdasan, dan luas hafalan beliau, Ibnu Syibrimah berkata: “Aku perna mendengar Asy-Sya’bi berkata: “Aku tidak perna menulis di dalam kertas putih hingga saat ini, dan tidak ada seorang pun yang berbicara tentang hadits denganku kecualiaku menghafalnya, dan aku tidak senang kalau dia mengulangi perkataannya untukku”.
Abu Mujalliz berkata: “Aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih tahu tentang fikih Dari Asy-Sya’bi” Al-Makhul berkata: “Aku belum pernah melihat orang yang lebih tau tentang sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Asy-Sya’bi”
Dari Abdul Malik bin Umair, dia berkata: “Ibnu Umar pernah lewat di hadapan Asy-Sya’bi, saat itu dia sedang membaca kitab tentang perang, dia berkata: “Sepertinya ia ikut serta bersama kami, dan mungkin ia lebih tau dan lebih hafal dariku”. ‘Ashim Al-Ahwal berkata: ”Aku belum melihat seorang pun yang lebih luas wawasannya dari Asy-Sya’bi”
Kewara’annya dalam memberikan fatwa dan dalam mencela pendapat Muhammad bin Juhadah, dia berkata: “Sesungguhnya Amir Asy-Sya’bi pernah ditanya tentang suatu permasalahan, tetapi saat itu dia tidak mempunyai jawaban, sehingga orang yang bertanya lalu berkata: “Katakan saja dengan pendapat anda”. Dia berkata: “Apa yang bisa kamu lakukan dengan pendapatku, buang saja pendapatku”.
Adam berkata: ”Ada seorang laki-laki, bertanya kepada Ibrahim tentang sebuah permasalahan dan ia menjawab: “Aku tidak tahu”, kemudian Amir Asy-Sya’bi lewat diantara mereka, maka Ibrahim berkata kepada laki-laki itu: “Tanya kepada orang tua itu, kemudia setelah itu kembalilah engkau kemari dan beritahukan kepadaku (tentang jawabannya)”, lali-laki itupun kembali lagi dan berkata: “Dia berkata: “Aku tidak tahu”, maka Ibrahim berkata: “Inilah orang yang faqih”. Dari Malik bin Mughawwal dari Asy-Sya’bi, dia berkata: “Jika segolongan Syi’ah itu diumpamakan burung, maka mereka adalah burung (pemakan) bangkai, jika diumpamakan hewan melata, maka mereka adalah keledai”. Abu Abhr berkata: “Asy-Sya’bi berkata: “Jika ada orang memberitahukan atau menceritakan (hadits) dari para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ambilah (dengarkanlah), dan jika mereka mengatakan dari fikiran mereka sendiri, maka tolaklah”.
Guru-Guru beliau diantaranya: “Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa,id bin Zaid, Zaid bin Tsabit, Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah, Qarzhah bin ka’ab, Ubadah bin Ash-Shamit, Abu Musa Al-Asy’ari, Abu Mas’ud Al-Anshari, Abu Hurairah, dan selainnya”. Adapun dari golongan tabi’in antara: “Al-Harits al-A’War, Kharijah bin Ash-Shalt, Zir bin Hubaisy, Sufyan bin Al-Lail, Sam’an bin Musyaikh, Suwaid bin Ghaflah, dan selain mereka”. Beliau meninggal dunia pada tahun 103 H, Yahya menambahkan bahwa dia meninggal pada usia 79 tahun. Yahya bin Mu’in dan yang lain mengatakan bahwa ia meninggal dunia pada tahun 103 H atau 104 H.

3.      Amru bin Hasyim
Amru bin Hasyim berasal dari kalangan Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa, nasab beliau adalah Al Janbiy, kuniyah beliau adalah Abu Malik. Beliau hidup di Kufah. Komentar para ulama terhadap beliau diantaranya dari Muhammad bin Sa'd mengatakan (Shaduuq banyak salah), Yahya bin Ma'in mengatakan (Lam yakun bihi ba's), Al Bukhari mengatakan (Fiihi Nadzor), dan  Ibnu 'Adi mengatakan (dla'if).

4.      Muhammad bin 'Ubaid bin Muhammad
Muhammad bin 'Ubaid bin Muhammad berasal dari kalangan Tabi'ul Atba' kalangan pertengahan. Nasab beliau adalah Al Muharibiy, kuniyah beliau Abu Ja'far. Beliau hidup di Kufah. Komentar para ulama diantaranya dari An Nasa'i mengatakan(la ba`sa bih), Ibnu Hibban mengatakan (disebutkan dalam 'ats tsiqaat), dan Ibnu Hajar al 'Asqalani mengatakan (Shaduuq).

F.     Kandungan Hadits
Hadits di atas mengandung penjelasan tentang mengkafani jenazah, yaitu larangan agar tidak bermewah-mewahan dalam mengkafani jenazah. Kenapa demikian? Dijelaskan dalam hadits diatas bahwa kaih kafan itu cepat rusak, jadi tidak ada anjuran untuk bermewah-mewahan dalam mengkafani jenazah. Kain kafan yang digunakan tentunya dalam kondisi baik, baik disini berarti tidak mewah.
Jenazah yang telah dimandikan siap dikafani. Kain untuk mengafani jenazah disebut kain kafan. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain putih yang bersih serta dapat menutup seluruh tubuh jenazah. Kain kafan minimal terdiri atas satu lapis kain yang menutupi seluruh badan jenazah, baik jenazah laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi, sebaiknya kain kafan berjumlah tiga lapis untuk laki-laki dan tiap-tiap lapis menutupi seluruh badan jenazah. Jenazah perempuan sebaiknya dikafani dengan lima lapis kain. Lima lapis kain tersebutdipergunakan untuk basahan (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung (cadar), dan kain yang menutupi seluruh badan.
Cara mengafani jenazah laki-laki adalah kain kafan dihamparkan sehelai demi sehelai. Di atas tiap-tiap lapis kain ditaburkan wewangian, misalnya kapur barus. Selanjutnya, jenazah diletakkan di atas kain. Kedua tangan jenazah diletakkan di atas dada, tangan kanan di atas tangan kiri. Cara kedua mengafani jenazah laki-laki adalah kain kafan diletakkan seperti cara pertama, tetapi jenazah diberi ”baju” dari potongan kain yang dibentuk seperti baju. ”Baju” tersebut terdiri atas sarung yang melilit di pinggang hingga kaki, baju atas, dan kopiah. Setelah semua siap, jenazah dibungkus dengan kain kafan yang menutup seluruh badan dengan rapat.
Perhatikan hadis Rasulullah saw. dari Aisyah Yang Artinya sebagai berikut:
“Rasulullah saw. dikafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas (katun), tanpa memakai gamis dan serban.” ( H.R. Muttafaqun ‘Alaih)”
Hadis tersebut menjelaskan tentang cara mengafani jenazah laki-laki. Cara mengafani jenazah perempuan berbeda dengan jenazah laki-laki. Cara mengafani jenazah perempuan adalah mula-mula dipakaikan kain basahan, baju, tutup kepala kemudian kerudung. Selanjutnya, jenazah dimasukkan dalam kain yang meliputi seluruh tubuh jenazah. Berkaitan dengan cara mengafani jenazah perempuan, Rasulullah saw. bersabda yang artinya:
“Dari Laila binti Qanif, ia berkata, ”Saya salah seorang yang turut memandikan Ummi Kalsum binti Rasulullah saw. ketika ia wafat. Yang pertama-tama diberikan oleh Rasulullah saw. kepada kami adalah kain basahan, kemudian baju, tutup kepala, lalu kerudung, dan sesudah itu dimasukkan ke dalam kain yang lain (yang menutupi seluruh badannya).” Kata Laila, “Sedangkan Nabi berdiri di tengah pintu membawa kafannya, dan memberikannya kepada kamisehelaidemisehelai”. (H.R. Ahmad dan Abu Daud)”
Hadis di atas menjelaskan tentang tata cara mengafani jenazah perempuan. Menurut para ulama, kain lain yang dimaksud dalam hadis di atas adalah kain putih untuk menutup seluruh tubuh jenazah yang berjumlah lima lembar. Jumlah ini lebih banyak daripada yang digunakan untuk jenazah laki-laki. Jumlah kain kafan untuk jenazah perempuan lebih banyak daripada jenazah laki-laki untuk menjaga tubuh si jenazah agar tidak tampak atau terbayang bentuknya.

G.    Kesimpulan Kualitas Hadits

Kualitas Hadits diatas shahih dilihat dari kebersambungan sanadnya. Semua perawi memiliki derajat tsiqah sehingga bisa dikatan bahwa semua perawi dalam sanad tersebut memiliki hafalan yang kuat dan jujur.



No comments:
Write comments

Translate

Flag Counter

Followers