Takhrij Hadist merupakan langkah pertama
dalam melakukan kegiatan penelitian hadist. Penelitian hadist telah dilakukan
oleh para ulama dan tertulis dalam berbagai buku hadist. Kegiatan takhrij hadits
ini penting untuk dilakukan, mengetahui makna, kandungan, supaya bisa
mengetahui sumber hadits tersebut.
Bagi para
ulama, takhrij diperlukan sekali, karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan
dapat membuktikan dengan suatu hadist atau tidak dapat meriwayatkannya, kecuali
setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist dalam kitabnya dengan
dilengkapi sanadnya.
Pada takhrij
kali ini penulis ingin meneliti hadits yang membahas tentang kain kafan yang
digunakan dalam mengkafani jenazah.
B.
Teks
Hadits dan makna Hadits
1.
Teks
Hadis “Riwayat Abu Daud”
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْمُحَارِبِيُّ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ هَاشِمٍ أَبُو
مَالِكٍ الْجَنْبِيُّ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ عَنْ عَامِرٍ عَنْ
عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ لَا تُغَالِ لِي فِي كَفَنٍ فَإِنِّي سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تَغَالَوْا فِي
الْكَفَنِ فَإِنَّهُ يُسْلَبُهُ سَلْبًا سَرِيعًا
2.
Makna
Hadits
(Abu
Daud – 2742) : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid Al Muharibi, telah menceritakan
kepada kami 'Amr bin Hasyim Abu Malik Al Janbi dari Isma'il bin Abu Khalid dari
Amir dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata; janganlah kalian bermewah-mewah dalam
mengkafaniku. Karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Janganlah kalian bermewah-mewah dalam mengkafani,
karena sesungguhnya kain tersebut akan cepat rusak."
C.
Skema
Sanad
D. Tabel Data Para Perawi
No
|
Nama
|
Tempat lahir/
Wafat/Umur
|
Guru
|
Murid
|
Sighat Sanad
|
Jarh-Ta’dil
|
1
|
Ali bin
Abi Thalib bin
'Abdu Al
Muthalib bin
Hasyim bin
'Abdi Manaf
|
W. 40 H /
|
Sahabat
|
Sahabat
|
||
2
|
Amir bin
Syarahil
|
L. 21 H /
W. 104 H /
U. 79
Tahun
|
Al-Hafizh
|
Tabi’in
(Kalangan
Pertengahan)
|
Tsiqah/’Adil
|
|
3
|
Isma'il
bin Abi Khalid
|
W. 146 H
|
Tabi’in
(Kalangan
Biasa)
|
Tsiqah
Tsiqah/Tsiqah Hafidz
|
||
4
|
Amru bin
Hasyim
|
Tabi’ut
Tabi’in
(Kalangan
Biasa)
|
Dhaif/Lemah
|
|||
5
|
Muhammad
bin 'Ubaid bin Muhammad
|
Tabi’ul
Atba’
(Kalanngan
Pertengahan)
|
Shaduuq La
Ba’sa Bih
|
E.
Narasi
Biografi, Kualitas, dan Kesambungan Perawi
1.
Ali
bin Abi Thalib bin 'Abdu Al Muthalib bin Hasyim bin 'Abdi Manaf
Ali bin Abi
Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam (assabiqunal awwalun),
sepupu Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam kekhalifahan Kulafaur
Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah
pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah.
Ali dilahirkan
di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut
sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad,
sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Namun
Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki
derajat yang tinggi di sisi Allah.
Ketika
Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun
ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari
golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama
Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak. Jika
Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang
tersebut.
Saat
Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat
tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri
kesayangannya Fatimah az-Zahra.
Ali tidak hanya
tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam medan perang. Bersama
Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak berjasa membawa kemenangan di berbagai medan perang
seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang Khaibar.
Setelah
wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan diangkat
menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah mempersiapkan Ali
sebagai khalifah. Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat sebagai
khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah pertama.
Setelah
terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar
tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera
menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya khalifah
pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali harus
memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.
Perang saudara
pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan merebaknya fitnah
seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi
sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin
Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat
mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali
menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali
dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan
bahwa ia dikubur di tempat lain.
Selanjutnya
kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga Bani Umayyah
dengan khalifah pertama Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Kulafaur
Rasyidin.
2.
Amir bin Syarahil
Nama beliau
adalah Amir bin Syarahil, ada yang menyebut beliau dengan “Ibnu Abdullah bi
Syarahil bin Abdu Asy-Sya’bi Abu ‘Amr Al-Kufi.” Beliau dilahirkan enam tahun
setelah berjalannya pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu
‘anhu. ibu beliau berasal dari daerah Jalula’. Jalula adalah nama sebuah desa
di daerah Persia, di sinilah pernah terjadi perang besar yang terkenal, di mana
kaum muslimin memperoleh kemenangan yang gemilang atas Persia. Daerah ini sekarang
berada di wilayah Irak degan nama As-Saidiyyah. Menurut pendapat lain, bahwa
beliau dilahirkan pada tahun 21 H.
Sanjungan para
ulama terhadap beliau, Az-Zuhri berkata: “Ulama itu ada empat, yaitu: Said bin
Al-Musayyab di Madinah, ‘Amir Asy-Sya’bi di Kufah, Al-hasan bin Al-Hasan
Al-Bashri dan Makhul Di Syam”. Usamah berkata: ”Umar bin Khaththab pada masanya
adalah pemimpin bagi kaum muslimin, setelah itu Ibnu Abbas sebagai pemimpin
kaumnya di masanya, setelahnya Asy-Sya’bi di masanya dan kemudian Sufyan Ats-Tsauri”.
Abu Bakar
Al-Hadzali, dia berkata: “Muhammad bin Sirin berkata: “Wahai Abu Bakar, jika
kamu datang Ke Kufah, perbanyaklah belajar hadits kepada Sya’bi, karena
sesungguhnya haditsnya dapat dipertanggung jawabkan dan sesungguhnya shahabat
Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup”. Yahya bin Ma’in berkata:
“Asy-Sya’bi adalah orang dapat dipercaya”.
Kekuatan
hafalan, kecerdasan, dan luas hafalan beliau, Ibnu Syibrimah berkata: “Aku
perna mendengar Asy-Sya’bi berkata: “Aku tidak perna menulis di dalam kertas
putih hingga saat ini, dan tidak ada seorang pun yang berbicara tentang hadits
denganku kecualiaku menghafalnya, dan aku tidak senang kalau dia mengulangi
perkataannya untukku”.
Abu Mujalliz
berkata: “Aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih tahu tentang fikih
Dari Asy-Sya’bi” Al-Makhul berkata: “Aku belum pernah melihat orang yang lebih
tau tentang sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Asy-Sya’bi”
Dari Abdul
Malik bin Umair, dia berkata: “Ibnu Umar pernah lewat di hadapan Asy-Sya’bi,
saat itu dia sedang membaca kitab tentang perang, dia berkata: “Sepertinya ia
ikut serta bersama kami, dan mungkin ia lebih tau dan lebih hafal dariku”. ‘Ashim
Al-Ahwal berkata: ”Aku belum melihat seorang pun yang lebih luas wawasannya
dari Asy-Sya’bi”
Kewara’annya
dalam memberikan fatwa dan dalam mencela pendapat Muhammad bin Juhadah, dia
berkata: “Sesungguhnya Amir Asy-Sya’bi pernah ditanya tentang suatu
permasalahan, tetapi saat itu dia tidak mempunyai jawaban, sehingga orang yang
bertanya lalu berkata: “Katakan saja dengan pendapat anda”. Dia berkata: “Apa
yang bisa kamu lakukan dengan pendapatku, buang saja pendapatku”.
Adam berkata:
”Ada seorang laki-laki, bertanya kepada Ibrahim tentang sebuah permasalahan dan
ia menjawab: “Aku tidak tahu”, kemudian Amir Asy-Sya’bi lewat diantara mereka,
maka Ibrahim berkata kepada laki-laki itu: “Tanya kepada orang tua itu, kemudia
setelah itu kembalilah engkau kemari dan beritahukan kepadaku (tentang
jawabannya)”, lali-laki itupun kembali lagi dan berkata: “Dia berkata: “Aku
tidak tahu”, maka Ibrahim berkata: “Inilah orang yang faqih”. Dari Malik bin
Mughawwal dari Asy-Sya’bi, dia berkata: “Jika segolongan Syi’ah itu diumpamakan
burung, maka mereka adalah burung (pemakan) bangkai, jika diumpamakan hewan
melata, maka mereka adalah keledai”. Abu Abhr berkata: “Asy-Sya’bi berkata:
“Jika ada orang memberitahukan atau menceritakan (hadits) dari para shahabat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ambilah (dengarkanlah), dan jika
mereka mengatakan dari fikiran mereka sendiri, maka tolaklah”.
Guru-Guru
beliau diantaranya: “Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa,id bin Zaid,
Zaid bin Tsabit, Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah, Qarzhah bin ka’ab, Ubadah bin
Ash-Shamit, Abu Musa Al-Asy’ari, Abu Mas’ud Al-Anshari, Abu Hurairah, dan
selainnya”. Adapun dari golongan tabi’in antara: “Al-Harits al-A’War, Kharijah
bin Ash-Shalt, Zir bin Hubaisy, Sufyan bin Al-Lail, Sam’an bin Musyaikh, Suwaid
bin Ghaflah, dan selain mereka”. Beliau meninggal dunia pada tahun 103 H, Yahya
menambahkan bahwa dia meninggal pada usia 79 tahun. Yahya bin Mu’in dan yang
lain mengatakan bahwa ia meninggal dunia pada tahun 103 H atau 104 H.
3.
Amru bin Hasyim
Amru bin Hasyim
berasal dari kalangan Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa, nasab beliau adalah Al
Janbiy, kuniyah beliau adalah Abu Malik. Beliau hidup di Kufah. Komentar para
ulama terhadap beliau diantaranya dari Muhammad bin Sa'd mengatakan (Shaduuq
banyak salah), Yahya bin Ma'in mengatakan (Lam yakun bihi ba's), Al Bukhari mengatakan
(Fiihi Nadzor), dan Ibnu 'Adi mengatakan
(dla'if).
4.
Muhammad bin 'Ubaid bin Muhammad
Muhammad bin
'Ubaid bin Muhammad berasal dari kalangan Tabi'ul Atba' kalangan pertengahan.
Nasab beliau adalah Al Muharibiy, kuniyah beliau Abu Ja'far. Beliau hidup di
Kufah. Komentar para ulama diantaranya dari An Nasa'i mengatakan(la ba`sa bih),
Ibnu Hibban mengatakan (disebutkan dalam 'ats tsiqaat), dan Ibnu Hajar al
'Asqalani mengatakan (Shaduuq).
F.
Kandungan
Hadits
Hadits di atas
mengandung penjelasan tentang mengkafani jenazah, yaitu larangan agar tidak
bermewah-mewahan dalam mengkafani jenazah. Kenapa demikian? Dijelaskan dalam hadits
diatas bahwa kaih kafan itu cepat rusak, jadi tidak ada anjuran untuk
bermewah-mewahan dalam mengkafani jenazah. Kain kafan yang digunakan tentunya
dalam kondisi baik, baik disini berarti tidak mewah.
Jenazah yang
telah dimandikan siap dikafani. Kain untuk mengafani jenazah disebut kain
kafan. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain putih yang bersih serta dapat
menutup seluruh tubuh jenazah. Kain kafan minimal terdiri atas satu lapis kain
yang menutupi seluruh badan jenazah, baik jenazah laki-laki maupun perempuan.
Akan tetapi, sebaiknya kain kafan berjumlah tiga lapis untuk laki-laki dan
tiap-tiap lapis menutupi seluruh badan jenazah. Jenazah perempuan sebaiknya
dikafani dengan lima lapis kain. Lima lapis kain tersebutdipergunakan untuk
basahan (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung (cadar), dan kain yang
menutupi seluruh badan.
Cara mengafani
jenazah laki-laki adalah kain kafan dihamparkan sehelai demi sehelai. Di atas
tiap-tiap lapis kain ditaburkan wewangian, misalnya kapur barus. Selanjutnya,
jenazah diletakkan di atas kain. Kedua tangan jenazah diletakkan di atas dada,
tangan kanan di atas tangan kiri. Cara kedua mengafani jenazah laki-laki adalah
kain kafan diletakkan seperti cara pertama, tetapi jenazah diberi ”baju” dari
potongan kain yang dibentuk seperti baju. ”Baju” tersebut terdiri atas sarung
yang melilit di pinggang hingga kaki, baju atas, dan kopiah. Setelah semua
siap, jenazah dibungkus dengan kain kafan yang menutup seluruh badan dengan
rapat.
Perhatikan
hadis Rasulullah saw. dari Aisyah Yang Artinya sebagai berikut:
“Rasulullah saw. dikafani dengan
tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas (katun), tanpa memakai
gamis dan serban.” ( H.R.
Muttafaqun ‘Alaih)”
Hadis tersebut
menjelaskan tentang cara mengafani jenazah laki-laki. Cara mengafani jenazah
perempuan berbeda dengan jenazah laki-laki. Cara mengafani jenazah perempuan
adalah mula-mula dipakaikan kain basahan, baju, tutup kepala kemudian kerudung.
Selanjutnya, jenazah dimasukkan dalam kain yang meliputi seluruh tubuh jenazah.
Berkaitan dengan cara mengafani jenazah perempuan, Rasulullah saw. bersabda
yang artinya:
“Dari Laila
binti Qanif, ia berkata, ”Saya salah seorang yang turut memandikan Ummi
Kalsum binti Rasulullah saw. ketika ia wafat. Yang pertama-tama diberikan oleh
Rasulullah saw. kepada kami adalah kain basahan, kemudian baju, tutup kepala,
lalu kerudung, dan sesudah itu dimasukkan ke dalam kain yang lain (yang
menutupi seluruh badannya).” Kata Laila, “Sedangkan Nabi berdiri di tengah
pintu membawa kafannya, dan memberikannya kepada kamisehelaidemisehelai”.
(H.R. Ahmad dan Abu Daud)”
Hadis di atas
menjelaskan tentang tata cara mengafani jenazah perempuan. Menurut para ulama,
kain lain yang dimaksud dalam hadis di atas adalah kain putih untuk menutup
seluruh tubuh jenazah yang berjumlah lima lembar. Jumlah ini lebih banyak
daripada yang digunakan untuk jenazah laki-laki. Jumlah kain kafan untuk
jenazah perempuan lebih banyak daripada jenazah laki-laki untuk menjaga tubuh
si jenazah agar tidak tampak atau terbayang bentuknya.
G.
Kesimpulan
Kualitas Hadits
Kualitas Hadits
diatas shahih dilihat dari kebersambungan sanadnya. Semua perawi memiliki
derajat tsiqah sehingga bisa dikatan bahwa semua perawi dalam sanad tersebut
memiliki hafalan yang kuat dan jujur.
No comments:
Write comments