Evaluasi merupakan bagian dari sistem
manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan monitorig. Kurikulum
juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan
akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan mengetahui
bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta
hasilnya.
Selama ini model kurikulum yang berlaku
adalah model kurikulum yang bersifat akademik. Kurikulum yang demikian
cenderung terlalu berorientasi pada isi atau bahan pelajaran. Berdasarkan hasil
beberapa penelitian ternyata model kurikulum yang demikian kurang mampu
meningkatkan kemampuan anak didik secara optimal. Hal ini terbukti dari
rendahnya kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan negara lain.
Evaluasi merupakan salah satu komponen
kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan
melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa
: “curriculum evaluation may be defined
as the estimation of growth and progress of students toward objectives or
values of the curriculum”. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas,
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara
keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi
tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,
kelayakan (feasibility) program.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Evaluasi Kurikulum
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi
kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum yang bervariasi
menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu dapat kita jabarkan definisi dari
evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk
memahami evaluasi kurikulum.
Evaluasi adalah suatu tindakan atau
suatu proses untuk menetukan nilai dari sesuatu.[1]
Evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dalam usaha
untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk membuat keputusan. Tyler seperti yang dikutip Sukmadinata menyatakan
bahwa evaluasi adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah
tercapai atau terrealisasikan.
Sedangkan pengertian kurikulum, menurut
Glatthorn dalam buku Zaini adalah sebagai rencana yang dibuat untuk membimbing
anak belajar di sekolah, disajikan
dalam bentuk dokumen yang sudah ditentukan, disusun berdasarkan tingkat-tingkat
generalisasi, dapat diaktualisasikan dalam kelas, dapat diamati oleh pihak yang
berkepentingan dan dapat membawa perubahan
pada tingkah laku.[2]
Menurut Micheal Scriven dalam buku
Nurgiantoro, mengemukakan bahwa proses penilaian terdiri dari tiga komponen,
yaitu pengumpulan informasi, pembuatan pertimbangan, dan pembuatan keputusan.
Ia mengartikan evaluasi sebagai “proses memperoleh informasi, mempergunakannya
sebagai bahan pembuatan pertimbangan, dan selanjutnya sebagai dasar pembuatan
keputusan”.[3] Evaluasi
dan kurikulum merupakan dua disiplin yang memiliki hubungan sebab akibat.
Hubungan antara evaluasi dan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya secara
evolusioner.[4] Evaluasi
merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus, untuk mengetahui
proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang
ditentukan.
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum
di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang
manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan.
Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah yang sistematis
untuk menilai rancangan, implementasi, dan efektivitas suatu program.[5]
B. Model
Evaluasi Kurikulum
Model evaluasi kurikulum menurut Hamid
Hasan pada dasarnya dapat dikelompokkan pada evaluasi model kuantitatif dan
model kualitatif.[6]
1. Model
Kuantitatif
Model kuantitatif ditandai oleh ciri
yang menonjol dalam penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan data
sebagai konsekuensi penerapan paradigma positivistis.
Diantara model evaluasi yang masuk pada
kategori kuantitatif adalah model yang dikembangkan oleh tyler, dimana evaluasi
yang dikemukakan dibangun atas dua dasar, yaitu : evaluasi yang ditujukan
kepada tingkah laku peserta didik sebelum pelaksanaan kurikulum
serta pada saat peserta didik telah melaksanakan kurikulum, sehingga evaluasi
difokuskan pada dimensi hasil belajar.
2. Model
Kualitatif
Karakteristik model evauasi kualitatif
sebagai berikut
a. Menggunakan
metologi kualitatif dalam pengumpulan data evaluasi.
b. Selalu
menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai fokus utama evaluasi.
c. Data
yang dikumpulkan terutama data kualitatif yang kaya dengan deskripsi dan
dianggap lebih memberikan makna dibandangkan data kuantitatif yang kering,
karena data kualitatif dianggap lebih dapat mengungkapkan apa yang terjadi di
lapangan.
d. Model
evaluasi kualitatif adalah pengakuan adanya kenyataan yang banyak (multiple
realities). Menurut pandangan kualitatif kenyataan bukan sesuatu yang
dipersepsi oleh evaluator atau orang yang memberi tugas kepada evaluator atau
kebenaran yang diakui orang banyak orang. Oleh karena itu, persepsi orang-orang
yang terlibat seperti peserta didik, guru, kepala sekolah dan sebagainya adalah
kenyataan yang mewakili masing-masing individu.
Model evaluasi kualitatif terdiri dari :
·
Model Studi Kasus.
Model studi kasus
memusatkan perhatiannya pada kegiatan pengembangan kurikulum di satu satuan
pendidikan.
·
Model Iluminatif
Model iluminatif
mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi sosial. Model iluminatif memberikan
perhatian terhadap lingkungan luas dan bukan hanya kelas di mana suatu inovasi
kurikulum dilaksanakan.
·
Model Responsif
Model renponsif
dikembangkan oleh Stake. Model ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari
model countenance-nya, meskipun dalam beberapa hal terdapat perbedaan yang
prinsipil.
C. Tujuan
dan Fungsi Evaluasi Kurikulum
Kegiatan evaluasi kurikulum tentunya mempunyai
maksud dan tujuan yang ingin dicapai, diantaranya yaitu :
1.
Menentukan efektivitas suatu
kurikulum/program pembelajaran
2.
Menentukan
keunggulan dan kelemahan kurikulum/program pembelajaran
3.
Menentukan
tingkat keberhasilan pencapaian hasil belajar peserta didik
4.
Menentukan
masukan untuk memperbaiki program
5.
Mendeskripsikan
kondisi pelaksanaan kurikulum
6.
Menetapkan
keterkaitan antarkomponen kurikulum
Fungsi Evaluasi
kurikulum, menurut beberapa pakar:
v
Menurut
Tyler : Untuk memperbaiki kurikulum (melalui hasil belajar evaluasi
produk)
v
Menurut
Cronbach : Untuk memperbaiki kurikulum dan memberi penghargaan
v
Menurut
Scriven : Untuk mengurangi kekurangan-kekurangan yang ada.
Scriven membedakan evaluasi kurikulum
dalam 2 fungsi yakni Fungsi Formatif dan Fungsi Sumatif,
Fungsi Formatif : dilaksanakan apabila kegiatan evaluasi
diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu dari kurikulum yang sedang
dikembangkan
Fungsi Sumatif : dilaksanakan apabila kurikulum telah
dianggap selesai pengembangannya (evaluasi terhadap hasil kurikulum)
D.
Pendidikan di Madrasah
Sejarah
munculnya madrasah dilatarbelakangi, yaitu : pertama adanya pandangan yang
mengatakan bahwa sistem pendidikan Islam tradisional dirasakan kurang bisa
memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat. Kedua, adanya kekhawatiran atas
cepatnya perkembangan persekolahan
Belanda yang akan menimbulkan pemikiran sekuler di masyarakat. Oleh karena itu,
untuk menyeimbangkan perkembangan sekulerisme maka masyarakat muslim berusaha
melakukan reformasi melalui upaya
pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah.
Dalam
relaitasnya, madrasah tumbuh dan berkembang dari oleh dan untuk masyarakat Islam
itu sendiri, sehingga sebenarnya sudah jauh lebih dahulu menerapkan konsep
pendidikan berbasis masyarakat. Sampai saat ini kurang lebih 90% jumlah madrasah yang ada di Indonesia
adalah milik swasta., sedangkan sisanya adalah berstatus negeri.
Selanjutnya
ada 4 masalah utama yang sedang dihadapi oleh madrasah pada umumnya, yaitu :
1. Masalah
identitas diri madrasah, sehingga program pengembangannya sering kurang jelas
dan terarah.
2. Masalah
jenis pendidikan yan dipilih sebagai alternatif dasar yang akan dikelola untuk
menciptakan satu sistem pendidikan yang masih memiliki titik tekan keagamaan
yaitu Iman dan Taqwa tetapi ilmu pengetahuan dan teknologi tetap diberi porsi
yang seimbang sebagai basis mengantisipasi perkembangan masyarakat yang semakin
global.
3. Semakin
langkanya generasi muslim yang mampu menguasai ajaran islam, baik secara
kuantitatif ataupun kualitatif, apalagi sampai menguasai totalitas ilmu agama
yang menyangkut akidah, syariah, dan akhlaq.
4. Masalah
sumber daya internal yang ada dan pemanfaatannya bagi pengembangan madrasah
sendiri di masa depan.
Keempat masalah tersebut intinya terkait
dengan aspek manajerial, yaitu manajemen pengembangan madrasah yang belum
bertolak dari visi dan misi serta tujuan dan sasaran yang jelas, sehingga
pengelolaannya sering kurang terarah dan bahkan meninggalkan identitas madrasah
sendiri.[7]
Oleh karena itu diperlukan pengelolaan madrasah sehingga lebih terarah dalam
pengembanganNya.
E.
Pengembangan
Kurikulum di Madrasah
Kurikulum
di madrasah perlu dikembangkan secara terpadu, dengan menjadikan ajaran dan
nilai-nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultasi bagi pengembangan
berbagai mata pelajaran umum, yang operasionalnya dapat dikembangkan dengan
cara memfokuskan terhadap ajaran dan nilai-nilai islam ke dalam bidang studi
IPA, IPS, dan sebagainya sehingga kesan dikotomis tidak terjadi.
Model
pembelajarannya bisa dilaksanakan melalui team
teaching, yakni guru bidang IPA, IPS, atau lainnya bekerjasama dengan guru
pendidikan agama Islam untuk menyusun desain pembelajaran secara konkret dan
detail, untuk diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran.
Madrasah
perlu diupayakan untuk spiritualisasi pendidikan atau berupaya
menginternalisasi nilai-nilai atau spirit agama melalui proses pendidikan ke
dalam seluruh aspek pendidikan di madrasah. Hal ini dimaksudkan untuk memadukan
nilai-nilai sains dan teknologi serta seni dengan keyakinan dan kesalehan dalam
diri peserta didik. Ketika belajar biologi misalnya, maka pada waktu yang sama
diharapkan pelajaran itu dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada
Allah, karena di dalam ajaran agama
diterangkan bahwa Tuhanlah yang telah menciptakan keanekaragaman di muka
bumi ini dan semuannya tunduk pada hukumNya.
Kurikulum
atau program pendidikan di dalam pendidikan madrasah perlu dirancang dan diarahkan untuk membantu, membimbing,
melatih serta mengajar dan menciptakan suasana agar peserta didik dapat
mengembangkan dan meningkatkan kualitasnya baik itu IQ, EQ, ataupun SQ. Dalam
mengembangkan ketiga kecerdasan itu tentunya masing-masing madrasah mempunyai
cara tersendiri yang dilakukan. Misalnya dengan pembiasaan yang dilakukan di
sekolah melalui pelajaran-pelajaran yang diajarkan.
Pengembangan
semua bahan kajian atau mata pelajaran tersebut perlu didukung oleh guru dan tenaga kependidikan
yang memiliki kompetensi personal religius, sosial religius, dan profesional
religius, yang juga mengembangkan kualitas IQ, EQ, dan SQ serta didukung oleh
media, sumber belajar , fasilitas, dan dana
yang memadai. Selain itu juga perlu diciptakan suasana lingkungan religius yang
kondusif untuk mendukung pengembangan IQ, EQ, dan SQ serta pengembangan semua
bahan kajian atau mata pelajaran tersebut.[8]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan makalah kami diatas dapat disimpulkan
bahwa :
1.
Evaluasi kurikulum
merupakan langkah sistematik yang dilakukan tentang
manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan.
Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah yang sistematis
untuk menilai rancangan, implementasi, dan efektivitas suatu program.
2.
Model evaluasi
kurikulum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu model kualitatif dan model
kuantitatif.
3.
Kegiatan
evaluasi kurikulum tentunya mempunyai tujuan dan fungsi yang ingin dicapai,
artinya dengan evaluasi kurikulum maka akan memberikan gambaran dan penjelasan
mengenai pelaksanaan kurikulum tersebut.
4.
Manajemen pengembangan
madrasah yang belum bertolak pada visi dan misi serta tujuan dan sasaran yang
jelas, artinya madrasah perlu
diupayakan untuk spiritualisasi pendidikan atau berupaya menginternalisasi
nilai-nilai atau spirit agama melalui proses pendidikan ke dalam seluruh aspek
pendidikan di madrasah.
5.
Kurikulum di madrasah
perlu dikembangkan secara terpadu antara nilai-nilai Islam dengan pelajaran
umum.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Hamid, Evaluasi Kurikulum,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008)
Muhaimin,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Press, 2014)
Nurgiantoro, Burhan.Dasar-dasar
Pengembanagan Kurikulum Sekolah, (Yoyakarta: BPFE, 1998)
Nurkancana,
Wayan, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986)
Suharsimi
Arikunto dan Cepe Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan
Pedoman Teorotis dan Praktis bagi Praktis Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1997)
Zaini, Muhammad, Pengembangan
Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (Yogyakarta: TERAS,
2009)
[2] Muhammad
Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi,
(Yogyakarta: TERAS, 2009), hal. 104
[3] Burhan
Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembanagan Kurikulum Sekolah, (Yoyakarta:
BPFE, 1998), hal. 191
[4] Suharsimi Arikunto dan Cepe Safrudin
Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teorotis dan Praktis
bagi Praktis Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 4
[7] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi,
(Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm. 183.
[8] Muhaimin,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Press,
2014), hlm. 206.
Jammy Monkey Casino - Hotels - JRH Hub
ReplyDeleteBrowse 10,000 slot machines, 20 table 인천광역 출장안마 games 진주 출장마사지 and over 서귀포 출장안마 2000 gaming machines at the Jammy Monkey Casino. Book your room now 경상남도 출장안마 & 경상남도 출장안마 enjoy exclusive