Wednesday, March 1, 2017

Urgensi Pendidikan Agama Islam Program Khusus di Sekolah-Sekolah Muhammadiyah Berbasis Nilai



Lembaga pendidikan agama, khususnya Islam, berkembang menjadi  lembaga pendidikan yang luar biasa banyak jumlahnya. Jumlah murid yang belajar di Raudlatul Athfal (TK), Madrasah Ibtidaiyah (SD), Madrasah Tsanawiyah (SLTP), Madrasah Aliyah (SMU), Madrasah Diniyah, Pesantren, dan Institut Agama Islam jumlahnya sangat banyak. Dan kalau yang dimaksudkan dengan lembaga pendidikan Islam itu termasuk SD, SLTP, SMU, dan Universitas yang diselenggarakan oleh yayasan-yayasan atau organisasi-organisasi Islam seperti organisasi Muhammadiyah, maka lembaga-lembaga pendidikan Islam menghimpun sangat banyak sekali siswa dan mahasiswa.  Belum lagi banyaknya lembaga-lembaga pendidikan agama di luar Islam yang juga melibatkan jutaan peserta didik. Hal ini terus berkembang pesat hingga sekarang.

Di balik kesemarakan pendidikan agama seperti itu ternyata hampir tertutup dengan semakin jelasnya dekadensi moral sebagian masyarakat kita mulai dari rakyat jelata sampai para elite kita. Kejahatan atau tindak kriminalitas semakin hari semakin bertambah di tengah-tengah masyarakat, mulai dari mabuk-mabukan, pencurian, perampokan, perzinaan, penipuan, korupsi, dan pembunuhan serta konflik antar umat beragama.
Fenomena di atas memang sangat ironis. Satu sisi kita melihat menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan keagamaan dengan berbagai aktivitasnya, tetapi di sisi lain kita juga melihat semakin bertambahnya tindak pidana di tengah-tengah masyarakat. Lalu, apa atau siapa yang salah dalam hal ini? Apakah situasi dan kondisinya yang tidak mendukung, ataukah mereka yang berbuat tindak pidana itu tidak terlibat dalam pendidikan agama yang diselenggarakan lembaga-lembaga pendidikan atau keagamaan tersebut, ataukah pendidikan agama yang diterima itu sebatas pendidikan normatif saja yang tidak memberikan efek yang aplikatif dalam kehidupan sehari-hari, ataukah karena faktor-faktor yang lain. Jika faktor penyebabnya adalah pendidikan agama itu sendiri, lalu mengapa demikian. Apakah pendidikan agama ini hanya sebatas mengajarkan masalah-masalah ibadah khusus atau dogma-dogma agama (aqidah) saja tanpa dikaitkan atau diaplikasikan bahkan dipraktikkan dalam kehidupan nyata sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Kalau faktor terakhir ini yang menjadi masalahnya, maka pendidikan agama perlu diaktualkan. Sekolah-sekolah Muhammadiyah memang sudah banyak bermunculan tetapi belum ada sekolah Muhammadiyah yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan tersebut dengan sebuah jawaban yang konkrit. Oleh karena itu muncul sekolah Muhammadiyah Program Khusus atau sekolah unggulan yang akan menjadi jawaban dari masalah-masalah diatas, karena di dalam sekolah ini Pendidikan Agama Islam tidak hanya mengajarkan ibadah-ibadah khusus atau aqidah saja, melainkan juga dibiasakan dalam pembiasaan sehari-sehari baik oleh guru ataupun para siswa sendiri bahkan oleh semua warga sekolah. Dalam sekolah Program Khusus ini juga setiap pelajaran-pelajaran Umum dikolaborasikan dengan pendidikan Agama, sehingga Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi rujukan pada setiap pelajaran yang diajarkan. Kurikulum yang dipakai dalam sekolah ini yaitu Kurikulum Syariah. Salah satu sekolah yang dapat menjadi contoh adalah SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta.[1]
Makalah yang singkat ini mencoba memaparkan urgensi pendidikan agama Islam program khusus di sekolah-sekolah Muhammadiyah berbasis nilai.  Namun, sebelum itu perlu juga dijelaskan secara singkat mengenai pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah umum, sekolah-sekolah Muhammadiyah, dan sekolah Muhammadiyah Program Khusus, kerangka pengembangannya, sampai dengan pengembangan pembelajaran pendidikan agama Islam yang berorientasi pada pendidikan nilai.


PEMBAHASAN

A.    Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Muhammadiyah, dan Program Khusus Muhammadiyah

1.      Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum
Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hal kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Islam dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat.[2]
Dari pengertian di atas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran agama islam, yaitu :
a.       Pendidikan agama islam sebagai udaha sadar yaitu suatu kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
b.      Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan, dalam arti ada yang dibimbing, diajari dan dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap ajaran agama islam.
c.       Pendidik atau guru pendidikan agama Islam yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam/
d.      Kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi yang baik, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan social. [3]
Pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah pada kenyatannya memang mendapatkan porsi yang kurang sesuai, apalagi di sekolah-sekolah umum. Hanya sekitar 2 jam pelajaran setiap minggu. Dengan waktu yang singkat seperti itu memang belum maksimal dalam hal pendidikan yang diberikan kepada anak,dalam hal ini pendidikan agama Islam. Sehingga karakter Islami yang ingin diwujudkan dalam diri setiap anak akan menjadi sulit.
Pembelajaran pendidikan agama islam diharapkan mampu mewujudkan ukhuwah Islamiyah, walaupun masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnis, tradisi, dan budaya, tetapi bagaimana melalui keragaman ini dapat dibangun suatu tatanan hidup yang rukun, damai dan tercipta kebersamaan hidup serta toleransi yang dinamis.
Mochtar Buchori juga menyatakan bahwa kegiatan pendidikan agama yang berlangsung selama ini lebih banyak bersikap menyendiri, kurang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan lainnya. Cara kerja seperti ini kurang efektif untuk keperluan penanaman suatu perangkat nilai yang kompleks. Karena itu, seharusnya guru/pendidik agama bekerjasama dengan guru-guru lain. Pendidikan agama tidak boleh berjalan sendiri, tetapi harus berjalan bersama dan bekerjasama dengan pendidikan lainnya supaya mempunyai relevansi terhadap perubahan social yang terjadi di masyarakat. [4]
Towaf telah mengamati adanya kelemahan-kelemahan pendidikan agama Islam di sekolah, diantaranya adalah :
a.       Pendekatan masih cenderung normative, dalam arti pendidikan agama menyajikan norma-norma yang seringkali tanpa ilustrasi konteks social budaya sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
b.      Kurikulum pendidikan agama islam yang dirancang di sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi atau minimum informasi, tetapi GPAI seringkali terpaku padanya sehingga semangat untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar yang bervariasi kurang tumbuh.
c.       Sebagai dampak yang menyertai situasi tersebut maka GPAI kurang berupaya menggali berbagai metode yang mungkin bisa dipakai untuk pendidikan agama sehingga pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton.
d.      Keterbatasan sarana/prasarana, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya. Pendidikan agama yang diklaim sebagai aspek yang penting seringkali diber prioritas dalam urusan fasilitas.[5]

Tantangan pendidikan agama Islam juga terkait dengan tantangan dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya, terutama dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, yaitu era kompetitif yang disebabkan oleh meningkatnya standar dunia kerja, jika kualitas pendidikan menurun maka kualitas sumber daya manusia juga menurun dan lemah pula dalam hal keimanan dan ketakwaan serta penguasaan iptek, kemajuan teknologi informasi menyebabkan banjirnya informasi yang tidak terakses dengan baik oleh para pendidik dan pada gilirannya berpengaruh pada hasil pendidikan, dunia pendidikan tertinggal dalam hal metodologi, kesenjangan antara kualitas pendidikan dengan kenyataan empiris perkembangan masyarakat.
2.      Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Muhammadiyah dan Program Khusus Muhammadiyah
Melihat kondisi permasalahan pendidikan agama Islam dalam pendidikan di sekolah umum, tentunya harus dicarikan solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Salah satunya Muhammadiyah sebagai organisasi pergerakan Islam membuat sekolah yang bertujuan untuk membentuk kader-kader Muhammadiyah yang mempunyai intelektual tinggi dan pengetahuan agama yang baik, memberikan porsi pembelajaran pendidikan agama Islam yang lebih banyak dibandingkan dengan sekolah umum, dan menciptakan para pelajar yang berakarkter Islami.
Seiring dengan berjalannya waktu, banyak sekolah-sekolah Muhammadiyah yang muncul, mulai dari TK, Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi. Dari sekian banyak sekolah Muhamamdiyah yang bermunculan, belum begitu banyak sekolah yang mampu menjawab permasalahan-permasalahan diatas. Walaupun memang ada beberapa sekolah Muhammadiyah unggulan yang bias menjadi pilihan masyarakat.
Dalam lingkup Sekolah Dasar (SD) belum begitu banyak sekolah unggulan yang mampu menjadi daya tarik bagi setiap orang tua yang ingin mensekolahkan anak-anaknya. Kebanyakan masih ke sekolah umum / negeri. Melihat kondisi seperti itu, muncul sekolah Program Khusus Muhamamdiyah yang mengkolaborasikan pelajaran umum, sains, dengan pendidikan agama Islam. Didukung dengan kurikulum syariahnya.
Program Khusus adalah sebuah program yang direncanakan oleh sebuah lembaga sekolah yang memiliki orientasi dan tujuan pembentukan karakter khusus bagi setiap anak didiknya. Pembelajaran tidak hanya secara teori, tetapi diaktualkan dalam pembiasaan sehari-sehari. Selain itu setiap pelajaran umum yang diberikan selalu diiringi dengan pendidikan keislaman, dengan bersumber pada Al-Qur’an dan Al-hadits.

B.     Pendidikan Agama Islam di Sekolah Muhammadiyah dalam Kerangka Pengembangan Pendidikan Islam
Jika dilihat dari aspek program dan praktik pendidikan yang dilaksanakan, maka seluruh pendidikan Islam yang dilaksanakan di Indonesia ini dapat dibagi kedalam 5 jenis, yaitu pendidikan pondok pesantren, pendidikan madrasah, pendidikan umum yang bernapaskan Islam yang diselenggarakan atau dibawah naungan yayasan / organisasi Islam, pelajaran agama islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja, dan pendidikan Islam dalam keluarga  atau di tempat-tempat ibadah  atau di forum-forum kajian keislaman (majelis ta’lim)  dan sebagainya yang sekarang sedang banyak digalakkan oleh masyarakat.[6]
Kurikulum PAI berarti seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI  serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu seorang atau sekelompok siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam, atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam. Pendidikan kegamaan dalam kurikulum pendidikan merupakan bagian terpadu yang dimuat dalam kurikulum pendidikan pada setiap pelajaran sebagai bagian dari pendidikan nilai.[7]
Pendidikan agama Islam di sekolah Muhammadiyah hendaknya mengantarkan peserta didik agar memiliki kemantapan akidah dan kedalaman spiritual, keunggulan akhlaq, wawasan pengembangan dan keluasan iptek dan kematangan professional. Tugas PAI di banyak sekolah Muhamamdiyah selama ini terutama pada aspek pertama dan kedua, namum demikian bagaimana menjadikan aspek ketiga dan keempat sebagai perwujudan dari pengalaman keagamaan peserta didik, sebaliknya pengembangan aspek ketiga dan keempat diwarnai dan dijiwai oleh aspek pertama dan kedua. Inilah tantangan yang dihadapi oleh guru agama dan sekaligus pesan-pesan besar bagi pendidikan Islam yang harus diperjuangkan dalam mengembangkan dan mengaktualisasi pembelajaran PAI. Oleh karena itu munculnya SD Program Khusus Muhammadiyah menjawab permasalahan dan tantangan-tantangan tersebut
Untuk mewujudkan keempat misi tersebut, maka disamping para siswa diberi Bahasa dasar iptek yang kuat, seperti matematika, biologi, fisika, kimia, dan ilmu-ilmu social dan budaya dasar , mereka juga harus diberikan dan dipahamkan dengan dasar-dasar agama yang kuat pada setiap jenjang pendidikan, pemahaman Islam yang kuat dalam setiap pelajaran umum yang diberikan.

C.    Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah Muhammadiyah
Pembelajaran pendidikan agama Islam yang selama ini berlangsung agaknya terasa kurang terkait atau kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik , untuk selanjutnya menjadi sumber motivasi bagi peserta didik untuk bergerak, berbuat dan berperilaku secara kongkret dan agamis dalam kehidupan sehari-hari.[8]
Upaya pengembangan pembelajaran PAI di sekolah Muhammadiyah yang berorientasi pada pendidikan nilai (afektif) yaitu dalam hal perkembangan nilai moral yang sekaligus dapat mempengaruhi pilihan strategi (pedekatan, metode, dan teknik) yang dikembangkannya.
Pembelajaran PAI di sekolah Muhammadiyah sebenarnya lebih banyak menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun kemanusiaan, yang hendak ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik sehingga dapat melekat pada dirinya dan menjadi kperibadiannya. Menurut Noeng Muhadjir, ada beberapa strategi yang bisa digunakan dalam pembelajaran nilai, yaitu :
1.      Strategi Tradisional
Strategi ini yaitu  pembelajaran dengan jalan memberikan nasihat atau indoktrinasi. Dengan kata lain, strategi ini ditempuh dengan jalan memberitahukan secara langsung nilai-nilai mana yang baik dan mana kurang baik. Dengan strategi ini guru memiliki peran yang menentukan, dan penerapan strategi ini akan menjadikan peserta didik hanya menghafal atau mengetahui jenis-jenis nilai tertentu  yang baik dan yang kurang baik serta belum tentu melaksanakannya. Strategi ini lebih bersifat kognitif  sementara afektifnya kurang dikembangkan.  Hal inilah yang menjadi kelemahan dari strategi tradisional.

2.      Strategi Bebas
Strategi ini merupakan kebalikan dari strategi tradisional. Guru atau pendidik tidak memberitahukan kepada peserta didik mengenai nilai-nilai yang baik dan yang buruk, tetapi peserta didik justru diberi kebebasan sepenuhnya untuk memilih dan menentukan nilai mana yang akan diambilnya karena nilai yang baik bagi orang lain belum tentu baik pula bagi peserta didik itu sendiri. Guru dan peserta didik sama-sama terlibat aktif.
Kelemahan dari strategi ini adalah peserta didik belum tentu mampu memilih nilai-nilai mana yang baik dan kurang baik karena masih memrlukan bimbingan dari pendidik. Oleh karena itu, strategi ini lebih cocok digunakan bagi orang-orang dewasa.
3.      Strategi Refektif
Strategi ini adalah dengan jalan modar-mandir antara menggunakan pendekatan teoritik ke pendekatan empiric, atau mondar-mandir antara pendekatan deduktif dan induktif. (Noeng Muhadjir, 1988). Dalam penggunaan strategi ini dituntut adanya konsistensi dalam penerapan kriteria untuk mengadakan analisis terhadap kasus-kasus empiric yang kemudian dikembalikan kepada konsep teoritiknya, dan juga diperlukan konsistensi sebagai dasar deduksi untuk menjabarkan konsep teoritik ke dalam terapan pada kasus-kasus yang khusus dan operasional.
Strategi ini lebih relevan dengan tunutan perkembangan berpikir peserta didik dan tujuan pembelajaran nilai untuk menumbuhkembangkan kesadaran rasional dan keluasan wawasan terhadap nilai tersebut.
4.      Strategi Transinternal
Strategi ini merupakan cara untuk membelajarkan nilai dengan jalan melakukan transformasi nilai. Dalam hal ini, guru dan peserta didik sama-sama terlibat dalam proses komunikasi aktif, yang tidak hanya melibatkan komunikasi verbal dan fisik, tetapi juga melibatkan komunikasi kepribadian antar keduannya. Dengan strategi ini guru berperan sebagai penyaji informasi, pemberi contoh/teladan serta sumber nilai yang melekat dalam pribadinya. Sedangkan peserta didik menerima informasi dan merespons stimulus guru secara fisik, serta memindahkan dan mempolakan kepribadian guru tersebut. strategi inilah yang sesuai untuk pembelajaran nilai ketuhanan dan kemanusiaan. [9]
Melihat kondisi tersebut memang di sekolah Muhammadiyah sendiri pembelajaran pendidikan agama Islam belum begitu maksimal diberikan kepada siswa. Nilai dan karakter Islam yang ingin ditanamkan belum terlaksana dengan baik dalam setiap pendidikan Islam di sekolah Muhammadiyah.

D.    SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta
SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat memiliki visi “Pusat Unggulan ketauhidan dan keilmuan”. Rumusan visi ini adalah sebuah cita-cita, karena itu selain bersifat jauh kedepan harus bisa dicapai dalam rentang waktu tertentu. Dengan visi ini SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat mempunyai keinginan menjadi lembaga pendidikan sebagai pusat unggulan yang memadukan antara spirit keilahian (tauhid) dengan keilmuan (sains). Tauhid merupakan inti dari ajaran Islam. Karena itu tauhid harus bisa menjiwai seluruh aspek kehidupan seorang muslim. Dengan demikian tidak ada dikotomi antara bidang-bidang yang bersifat spiritual dengan yang bersifat profan. Karena itu, di SD muhammadiyah program khusus kottabarat tidak pembedaan pelajaran yang bersifat agama dan umum. Semua pelajaran yang umum sekalipun harus dijiwai dengan semangat tauhid. Hal inilah yang kemudian melahirkan sebuah konsep kurikulum berbasis syariah yang implementasinya di SD ini diantaranya diwujudkan dengan penyusunan buku teks sains syariah  yaitu sebuah pelajaran sains namun semuanya dimuarakan pada yang bersifat keilahian.
Pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah Muhammadiyah diantaranya Akidah, Akhlaq, Tarikh, Fiqh, Al-Qur’an, bahasa Arab, dan Kemuhammadiyahan diajarkan dengan konsep kurikulum syariah dalam sekolah ini. Penerapannya dengan menginternalisasikan ke setiap pelajaran-pelajaran umum. Dalam pengajaran mata pelajaran agama, selalu diaktualisasi dan diprakltikkan ke dalam kehidupan sehari-hari, sebagai dasar dalam pelaksanaan ketauhidan di sekolah ini. Nuansa agamis terlihat sangat baik dilaksanakan di sekolah ini.
SD Muhamamdiyah Program Khusus ini menjadi pusat keungulan ketauhidan dan keilmuan. Konsep tauhid sendiri adalah mengesakan Allah SWT, ketauhidan yang dimaksudkan disini artinya meyakini bahwa Allah SWT adalah satu-satunya yang menciptakan alam semesta ini beserta isinya. Jadi implementasinya dalam setiap pelajaran yang diberikan bermuarakan kepala Al-Qur’an dan Al-Hadits, cipataan-ciptaan Allah dalam setiap pelajaran umum selalu nanti dicarikan ayat atau hadits yang menjelaskan mengenai hal tersebut. Sehingga memang terbentuk ketauhidan yang baik bagi setiap siswa.
Selain itu, keilmuan siswa juga menjadi lebih baik dibandingkan dengan siswa di sekolah-sekolah umum. Karena mereka mengetahui dasar agama dari setiap pelajaran yang mereka dapatkan, selalu merujuk kepala Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Konsep kurikulum syariah yang diberikan dalam sekolah ini pelajaran sains namun semuanya dimuarakan pada yang bersifat keilahian. Sehingga siswa cerdas dan pandai dalam sains yang dilandaskan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan konsep kurikulum tersebut sekolah Muhammadiyah Program Khusus ini menjadi sekolah unggulan Muhamamdiyah di daerah Surakarta.
Sedangkan misi dari SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat dirumuskan dalam dua hal, yaitu mengupayakan terbentuknya manusia muslim yang berkualifikasi ulil albab dan berkarakter Islam (islami) dan melaksanakan proses belajar mengajar yang dijiwai oleh pendidikan berbasis syariah.
1.      Historis
SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat memang didesain menjadi sebuah sekolah unggulan. Sekolah yang meneriman murid baru mulai pada tanggal 11 juni 2000 tersebut semula menempati gedung SD muhammadiyah 1 ketelan dan menempati gedung di kompleks Masjid kottabarat pada empat tahun kemudian, tepatnya pada bulan Juli 2003. Proyeksi keunggulan SD muhammadiyah program khusus kottabarat dirintis dengan mengembangkan model-model alternatif berbagai riset. Diantaranta dengan mengambangkan model pengajaran sains syariah.
Sebagai lembaga pendidikan unggulan di lingkungan muhammadiyah, SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat cukup mendapat apresiasi di lingkungan Muhammadiyah. Namun demikian, sebagai sebuah model pengembangan sekolah unggul, SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat tentu saja bisa menjadi percontohan model bagi pengembangan sekolah pada umumnya. Sebagai sekolah yang diresmikan oleh Menteri  kala itu tanggal 27 Februari 2005 yaitu Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A, SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat harus bersungguh-sungguh mewujudkan diri menjadi sekolah bertaraf nasional, bahkan internasional.
2.      Budaya Sekolah
Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan symbol-simbol yang dipraktikkan oleh segenap warga atau stakeholders sekolah. Budaya Sekolah di SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat terwujud dalam perilaku keseharian yang terjadi di sekolah, sejak mulai warga utama sekolah (siswa dan guru) memasuki gerbang sekolah hingga mereka meninggalkan gerbang sekolah untuk pulang kerumahnya masing-masing. Aktivitas sekolah sudah mulai terlihat sejak pukul 06.00. guru piket dan petugas keamanan sudah bersiap di lingkungan sekolah. Guru piket berdiri di pintu gerbang sekolah, sementara petugas kemanan sekolah bersiaga di seberang jalan untuk membantu menyeberangkan murid yang datang karena sekolah menghadap ruas jalan yang cukup padat kendaraan.
Tepat pukul 06.25 bel masuk dibunyikan. Setelah mengatur kerapian seperlunya, pukul 06.30 para siswapun memulai tahfidz, yaitu hafalan surah-surah pendek Al-Qur’an. Tahfidz ini secara serempak berlangsung 30 menit setiap hari. Pelajaran sekolah dimulai tepat pukul 07.05 hingga jam istirahat pertama pada pukul 08.50. istirahat pertama berlangsung  20 menit, yaitu sampai 09.10. Setelah itu pelajaran dilanjutkan hingga pukul 11.30. setelah itu para siswa bersiap untuk salat dzuhur berjamaah, istirahat dan makan siang. Untuk melatih kemandirian, sehabis makan semua wajib mencuci piring makanannya masing-masing, termasuk para guru, karyawan, hingga kepala sekolah. Pukul 13.10 para siswa memulai pelajaran kembali hingga 14.30. waktu sore hari diisi dengan pelajaran nonkurikulum baku.
Ketika pulang sekolah para guru piket berdiri di depan gerbang sekolah untuk menyerahkan kembali para siswa kepada orang tua/wali murid. Para guru piket ini tidak pulang selagi masih ada siswa yang belum dijemput oleh orang tuanya atau mendapatkan pengantaran pulang. Budaya sekolah ini dibentuk sebagai bagian untuk mewujudkan visi dan misi sekolah. Di luar itu budaya sekolah tersbeut untuk membentuk karakter dan kepemimpinan siswa. Katakter tersebut dibentuk lewat pembiasaan (enkulturasi) melalui media seperti makan, cuci piring, wudlu, shalat berjamaah, shalat jum’at, bermain, interaksi social, pelatihan kepemimpinan, dan lain sebagainya.
Lewat budaya sekolah ini pula diharapkan terjadi iklim sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil, kreatif, inovatif, terintegratif, dan dedikatif tergadap pencapaian visi, menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta menjawab tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia yang dapat berperan  dalam perkembangan iptek dan berlandaskan imtak.[10]
Pembiasaan-pembiasan lain yang dilakukan para siswa-siswi di sekolah ini antara lain pembiasaan akhlaq yaitu bertemu guru mengucapkan salam, jabat tangan, dan tersenyum, pembiasaan makan dan minum dengan tangan kanan dan duduk, pembiasaan shalat rawatib, shalat dhuha di pagi hari, pembiasaan puasa sunah, ketika masuk kedalam kelas ketok pintu dan mengucap salam, dan memulai setiap kegiatan yang dilakukan dengan berdoa. Hal inilah yang menjadi kebiasan di sekolah SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat ini. Jadi pendidikan agama Islam tidak hanya diajarkan untuk menghafal atau sekedar mengetahui, tetapi dilanjutkan dengan mempraktikkannya sampai dengan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.


PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan makalah singkat diatas dapat ditarik kesimpulan diantarannya adalah :
1.      Pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya mengajarkan ibadah-ibadah khusus atau aqidah saja, melainkan juga dibiasakan dalam pembiasaan sehari-sehari baik oleh guru ataupun para siswa sendiri bahkan oleh semua warga sekolah.
2.      Pembelajaran pendidikan agama islam diharapkan mampu mewujudkan ukhuwah Islamiyah, walaupun masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnis, tradisi, dan budaya, tetapi bagaimana melalui keragaman ini dapat dibangun suatu tatanan hidup yang rukun, damai dan tercipta kebersamaan hidup serta toleransi yang dinamis.
3.      Pendidikan agama Islam hendaknya mengantarkan peserta didik agar memiliki kemantapan akidah dan kedalaman spiritual, keunggulan akhlaq, wawasan pengembangan dan keluasan iptek dan kematangan professional.
4.      Pembelajaran PAI sebenarnya lebih banyak menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun kemanusiaan, yang hendak ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik.
5.      SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat dalam pembelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya diajarkan untuk menghafal atau sekedar mengetahui, tetapi dilanjutkan dengan mempraktikkannya sampai dengan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.






DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahim, Muhammad Imaduddin. 1999. Islam Sistem Nilai Terpadu. Jakarta: Kuning Mas.
Arikunto, Suharsimi. 1988. Penilaian Program Pendidikan. Yogyakarta: Bina Aksara.
Buchori, Mochtar. 1994. Pendidikan Dalam Pembangunan. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Hasbullah. 2015. Dasar Dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Press.
Ma’arif, Ahmad Syafii. 2003. Islam dan Pengembangan Disiplin Ilmu Sebuah Transformasi Nilai. Yogyakarta: LPPI UMY.
Muhaimin. 2012. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah. Bandung: Rosda.
Mukodi. 2011. Pendidikan Islam Terpadu Reformulasi Pendidikan Di Era Global. Yogyakarta: Aura Pustaka.
Prodjokusumo. 1989. Pendidikan Muhammadiyah Pendidikan Nasional Berciri Islam Dan Generasi Baru Siap Maju. Jakarta: A.B.M
Zaelani, Mohamad. 2012. Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Berbasis Kewirausahaan Studi Situs Di SD Muhammdiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta. Tesis Tidak Diterbitkan. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Zulkarnain. 2008. Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Manajemen Berorientasi Link and Match. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


[1] Mukodi, Pendidikan Islam Terpadu Reformulasi Pendidikan Di Era Global, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2011), hlm. 149
[2] Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Manajemen Berorientasi Link and Match, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 14
[3] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Rosda, 2012), hlm. 76.
[4] Mochtar Buchori, Pendidikan dalam Pembangunan, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994)
[5] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Rosda, 2012), hlm. 89.
[6] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Rosda, 2012), hlm. 104.
[7] Hasbullah, Dasar Dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm. 182.
[8] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Rosda, 2012), hlm. 168.
[9]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Rosda, 2012), hlm. 172.
[10] Mohamad Zaelani, Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Berbasis Kewirausahaan Studi Situs Di SD Muhammdiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta, Tesis Tidak Diterbitkan, (Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012), hlm. 80

No comments:
Write comments

Translate

Flag Counter

Followers